BAB I
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran di sekolah mau atau tidak mau pasti
dipengaruhi oleh substansi-substansi seperti kurikulum, pengajar/guru,
siswa/pesrta didik, materi, metode, lingkungan belajar, dan evaluasi. Sering
kali kita lupa dengan substansi-substansi ini dalam mendesain suatu
pembelajaran.
Desain pembelajaran adalah tata cara yang dipakai untuk
melaksanakan proses pembelajaran. Dalam mendesain pembelajaran guru harus
memperhatikan substansi-substansi ini agar siswa mengalami proses belajar dan
pada akhirnya memperoleh hasil belajar yang menyenangkan. Oleh karena itu guru
harus melihat, memperhatikan, mempertimbangkan, dan memprioritaskan tentang
ciri siswa/peserta didik, tujuan yang akan dicapai, materi, pendekatan/metode yang
digunakan, lingkungan belajar, dan evaluasi.
Peserta didik adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai
dengan tahap perkembangannya (Wina Sanjaya, 2006: 54). Perkembangan anak adalah
perkembangan seluruh aspek kepribadiannya akan tetapi tempo dan irama
perkembangan masing-masing anak tidak sama. Proses pembelajaran dapat
dipengaruhi oleh perkembangan dan pertumbuhan anak yang tidak sama itu,
disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak, seperti sikap,
penampilan, pemahaman, dan latar belakang.
Sebagai seorang guru, sangat perlu memahami pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik. Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan
fisik, perkembangan sosioemosional, dan perkembangan intelektual. Perkembangan
fisik dan perkembangan sosio emosional mempunyai kontribusi yang kuat terhadap
perkembangan intelektual/ mental/ kognitif siswa.
Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik di atas, sangat
diperlukan untuk merancang pembelajaran yang konduktif yang akan dilaksanakan.
Rancangan pembelajaran yang konduktif akan mampu meningkatkan motivasi belajar
peserta didik sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang
diinginkan.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami dapat merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. apa yang dimaksud dengan Pertumbuhan?
2. apa yang dimaksud dengan Perkembangan?
3. apa yang dimaksud dengan Peserta didik?
4. bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan Anak sebagai Peserta Didik?
5. bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja sebagai Peserta Didik?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis mempunyai tujuan,
antara lain:
1. mendeskripsikan tentang Hakekat Pertumbuhan dan perkembangan,
2. mendeskripsikan tentang Hakekat Peserta didik,
3. mendeskripsikan bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak
sebagai peserta didik,
4. mendeskripsikan bagaimana pertumbuhan dan perkembangan remaja
sebagai peserta didik.
D.
Manfaat
Penulisan makalah ini juga dapat
dijadikan sebagai pembelajaran kepada calon guru dimasa depan. Makalah ini juga
dapat dijadikan referensi yang mungkin berguna dalam mempelajari materi Pertumbuhan
dan Perkembangan peserta didik pada anak dan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif
pada segi jasmaniah atau fisik dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi
tertentu yang baru (yang tadinya belum tampak) dari organisme atau individu.
Hasil pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran kuantitatif badan
anak (dari misalnya 100 cm menjadi 110 cm), kekuatan fisiknya, dll. Pertumbuhan
juga menyangkut perubahan yang semakin sempurna tentang fungsi suatu aspek
jasmani (fungsi tangan pada anak 2 tahun untuk memegang benda, semakin dewasa
dapat dipergunakan untuk menulis, menari, dll), system jaringan syaraf, sehingga
istilahnya pertumbuhan adalah proses perubahan dan pematangan fisik.
Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami
oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung
secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis.
Perkembangan juga bias diartikan suatu perubahan aspek psikis dari kurang
terdeferensiasi menuju deferensiasi, terarah, terorganisasi dan terintegrasi
meningkat secara bertahap menuju kesempurnaan.
Proses pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara
interdependensi, artinya saling bergantung, saling mempengaruhi dan tidak dapat
dipisahkan.
B.
Hakekat Peserta Didik
Hakekat peserta didik menurut ilmu filosofi adalah menuntut
pemikiran secara dalam, luas, lengkap, menyeluruh, tuntas serta mengarah pada
pemahaman tentang peserta didik.
Sedangkan menurut pandangan tradisionil, anak (peserta didik)
adalah miniatur manusia dewasa (Elizabeth B.Hurlock. 1978:2).
Johan Amos Comenius (abad ke-17) mempelopori kajian tentang anak
bahwa anak harus dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa melainkan sosok
alami anak. Pengikut Comenius mengembangkan pendapat bahwa mengamati anak
secara langsung akan memberi manfaat ketimbang mempelajari secara filosofis.
1.
Pandangan menurut ilmu
psikolog
Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah
individu yang sedang berkembang baik jasmani maupun rohani. Perubahan jasmani
biasa disebut pertumbuhan, ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju
kearah kematangan fungsi, missal kaki, tangan sudah mulai berfungsi secarea
sempurna. Sedangkan perkembangan adalah perubahan aspek psikis secara lebih
jelas.
2.
Pandangan Anthropologi
tentang Peserta Didik
Pandangan lama mengatakan bahwa manusia adalah primat, artinya
kerabat kera besar, simpanse dan gorila yang telah mengalami evolusi. Sedang
pandangan baru mengatakan bahwa peserta didik adalah homosapien, artinya
makhluk hidup yang telah mengalami evolusi paling sempurna.
Dari tinjauan Anthopologi hakekat peserta didik dapat ditafsirkan
sebagai berikut:
a.
Peserta didik sebagai
makhluk yang bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan.
b.
Peserta didik sebagai
organism yang harus ditolong, sebab pada waktu lahir dia dalam kondsi yang
lemah.
Imran Manan (1989: 12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi
Anthropologi peserta didik dapat dijelaskan dari tiga dimensi:
a.
Pertama, peserta didik
adalah makhluk social yang hidup bersama-sama.
b.
Kedua, peserta didik
dipandang sebagai individualistis, yakni mampu menampilkan kepribadian yang
khas yang berbeda dengan individu yang lain.
c.
Ketiga, peserta didik
dipandang memiliki moralitas.
3.
Kedudukan Peserta Didik
dalam Pembelajaran
Dalam pembelajaran, peserta didik dapat dipandang sebagai objek
didik, subjek didik, dan sebagai subjek dan objek didik sekaligus.
Dalam pandangan konvensional, peserta didik dipandang sebagai
objek didik, ialah sebagai wadah yang harus diisi dengan pengetahuan, dan
ketrampilan. Peserta didik diperlakukan pasif, ia harus menereima semua yang
diberikan guru.
Dalam pandangan modern, peserta didik dipandang sebagai subjek
yang memiliki potensi tersendiri, ia aktif mengembangkan potensinya, ia
merespon, bertanya dan menanggapi keterangan guru pada saat berlangsungnya
pembelajaran. Guru berfungsi sebagai fasilitator, menciptakan kondisi
sedemikian rupa sehingga peserta didik terjadi proses belajar.
Menurut
Hamidum 2010: 12, Ciri khas peserta didik adalah :
1.
Sebagai individu yang
memiliki potensi fisik dan psikis
2.
Sebagai individu yang sedang
berkembang baik potensi fisik maupun psikis.
3.
Dalam pengembangan potensi
tersebut peserta didik membutuhkan bantuan orang lain
4.
Memiliki kemampuan untuk
mandiri.
C.
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Sebagai Peserta Didik
Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dikaji dalam psikologi
perkembangan harus diketahui dan dipahami oleh para calon guru dan para guru di
sekolah. Batasan tentang anak dalam kajian ini ialah usia anak sekolah di Taman
Kanak-kanak dan usia anak sekolah jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Masa
pertumbuhan anak usia TK dan anak usia SD perlu diketahui dan dipahami oleh
para calon guru dan para guru di TK dan di SD, karena dengan mengetahui tentang
seluk-beluk pertumbuhan fisik yang dialami oleh anak TK dan murid SD, yang
diajar, para guru dapat menyesuaikan proses pembelajarannya di kelas dan
aktivitas manajemen kelas di kelas sesuai dengan pertumbuhan peserta didik di
TK di SD.
Sebagai contoh anak TK dan murid SD yang menunjukkan pertumbuhan
fisik yang kecil sebaiknya ditempatkan di bangku paling depan agar anak
tersebut tidak terlindungi pandangannya kearah guru atau ke papan tulis oleh
anak TK dan murid SD yang pertumbuhan fisiknya besar dan tinggi. Sedangkan
contoh dari segi perkembangan psikis (jiwa) yang perlu mendapat perhatian para
guru di kelas ialah perkembangan dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Jika guru menemukan anak TK dan murid SD yang menunjukkan perkembangan kognitif
atau aspek intelektual yang cepat, maka guru tersebut perlu memberikan kegiatan
pengayaan atau perlakuan khusus kepada anak TK atau murid SD tersebut agar
anak/murid tersebut dapat aktualisasi potensi kognitifnya secara maksimal dan
optimal, sehingga dikemudian hari dapat menjadi guru bagi teman sebayanya. Jika
guru menemukan anak TK dan murid SD yang menunjukkan perkembangan afeksi atau
aspek sikap dan perilaku yang baik, maka guru tersebut perlu memberikan
penguatan atau reinforcement khusus kepada anak TK atau murid SD tersebut agar
anak/murid tersebut dapat mengembangkan afektifnya secara optimal, sehingga
dikemudian hari dapat menjadi teladan atau panutan bagi teman sebayanya.
Jika guru, menemukan anak TK dan murid SD yang menunjukkan
perkembangan konasi atau aspek psikomotorik yang baik, maka guru tersebut perlu
memberikan penguatan dalam bentuk latihan psikomotorik untuk kebutuhan
perkembangan selanjutnya dan untuk kebutuhan kompetisi, agar dikemudian hari
peserta didik tersebut dapat menjadi teladan atau panutan bagi teman sebayanya.
Perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada
usia anak, yaitu pada masa:
1.
Infancy toddlerhood (usia
0-3 tahun)
2.
Early childhood (usia 3-6
tahun)
3.
Middle childhood (usia 6-11
tahun)
Sedangkan perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi
perubahan pada aspek berikut:
a) Perkembangan Fisik
Pertumbuhan
fisikmerupakan proses tumbuh kembang yang ditandai dengan Peningkatan berat
badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya. Peningkatan berat badan
anak terjadi terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangka, otot dan ukuran
beberapa organ tubuh lainnya.
b) Perkembangan Motorik
Perkembangan fisik
(motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap
gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari
berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.
c) Perkembangan Kognitif (Berfikir)
Pada aspek koginitif,
perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan
memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif
berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami
kata, dan berbicara. Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi
keberhasilan anak dalam belajar, karena sebahagian besar aktivitas dalam
belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berfikir.
d) Perkembangan Emosi
Emosi merupakan suatu
keadaan atau perasaan yang bergejolak pada diri seseorang yang disadari dan
diungkapkan melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner
adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai
kesejahteraan dan keselamatan.
Kemampuan untuk bereaksi
secara emosional sudah ada sejak bayi dilahirkan. Gejala pertama perilaku
emosional dapat dilihat dari keterangsangan umum terhadap suatu stimulasi yang
kuat. Misalnya bila bayi merasa senang, maka ia akan menghentak-hentakkan
kakinya. Sebaliknya bila ia tidak senang, maka bayi bereaksi dengan cara
menangis
Perkembangan pada aspek
ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai, merasa nyaman, berani, gembira,
takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak
sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang tua dan orang-orang di
sekitarnya.
Emosi yang berkembang
akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak
mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.
e) Perkembangan Sosial/Psikososial
Aspek psikososial
berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman
sebayanya.
Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik
bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar semua aspek
tersebut berkembang secara seimbang
D.
Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Sebagai Peserta Didik
Masalah pertumbuhan dan perkembangan remaja sebagai peserta didik
juga perlu menjadi perhatian bagi para calon dan para guru di SMP, SMA, dan di
Perguruan Tinggi (PT), karena dengan bekal pengetahuan tentang pertumbuhan dan
perkembangan remaja, para guru di SMP, di SMA, dan PT dapat menyesuaikan proses
pembelajarannya atau perkuliahannya sesuai dengan kebutuhan belajar remaja.
Kebutuhan belajar remaja sebagai peserta didik akan difokuskan kepada
pembahasan tentang kebutuhan belajar remaja secara psikologis yang membutuhkan
proses pembelajaran atau pendidikan yang sesuai dengan tingkat perkembangan
psikologis mereka sebagai remaja.
Secara psikologis diketahui bahwa masa remaja adalah masa yang
penuh gejolak dan goncangan jiwa bagi remaja. Gejolak dan goncangan jiwa
terjadi karena remaja sedang dalam pencarian identitas diri dan menjalani masa
eksplorasi yang menyebabkan para remaja ingin mencoba terhadap segala hal yang
diketahui melalui proses membaca dan mengalami dalam kehidupannya sehari-hari
di masyarakat. Gejolak dan goncangan jiwa juga terjadi karena remaja sedang
mengalami masa pubertas yang menyebabkan, dorongan seksual remaja sangat
sensitif dan menuntut untuk disalurkan (dorongan kebutuhan id) yang bersifat
instinktif.
Mengingat masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan
goncangan, maka para calon guru dan para guru harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang remaja dan permasalahannya dan masalah psikologi remaja.
Dengan bekal pengetahuan dan pemahaman tentang remaja dan psikologi remaja,
para guru di sekolah harus memahami tentang kondisi psikologis remaja dan
menghadapi sikap dan perilaku remaja sebagai peserta didik secara edukatif dan
persuasif. Selain itu, para guru di jenjang pendidikan SMP dan sederajat, SMA
dan sederajat, dan dosen perguruan tinggi (khususnya dosen yang mengajar
mahasiswa baru) dapat mengadaptasikan proses pembelajarannya sesuai dengan
karakteristik psikologis remaja dan kebutuhan belajar remaja.
Para calon guru dan para guru dan dosen di lembaga pendidikan,
juga perlu memiliki wawasan pengetahuan dan pemahaman tentang: tugas-tugas
perkembangan remaja, perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada diri remaja,
perkembangan kognitif, perkembangan emosional, perkembangan sosial, dan
perkembangan moral remaja (Philip, 1987). Pengetahuan dan pemahaman tersebut
diharuskan sebagai dasar dalam menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan belajar remaja. Dengan para guru di lembaga pendidikan perlu menyusun
program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar dan kebutuhan
psikologis remaja. Oleh karena itu, para guru harus dapat menerapkan strategi,
metode, dan pendekatan pembelajaran di kelas yang sesuai dengan perkembangan
psikologis, sosial, dan moral remaja.
Sebagai contoh untuk mewujudkan rasa ingin tahu besar pada diri
remaja dan untuk membantu mengembangkan minat dan motivasi remaja untuk
bereksplorasi, maka metode dan strategi pembelajaran yang tepat digunakan ialah
metode dan strategi pembelajaran yang penyelidikan (inquiry dan discovery
learning), studi lapangan atau observasi lapangan, dan lainnya dengan
menggunakan pendekatan keterampilan proses. Melalui penerapan strategi metode,
dan pendekatan pembelajaran tersebut, diharapkan remaja dapat menyalurkan
energinya ke kegiatan belajar yang positif melalui kegiatan belajar dan
kegiatan eksplorasi yang positif.
Selain itu, pihak-pihak yang terkait lainnya, seperti pihak wali
kelas, guru pembimbing atau konselor sekolah, psikolog, sosiolog, orangtua,
kepala sekolah, dan masyarakat perlu juga ikut serta dalam proses pendidikan
remaja di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Melalui kerjasama
berbagai pihak tersebut, pihak guru dapat memberikan proses pendidikan yang
optimal sesuai dengan karakteristik psikologis remaja dan sesuai kebutuhan
belajar siswa dalam membantu remaja mencapai aktualisasi diri ke arah yang
inovatif dan produktif demi untuk perkembangan mental, sosial, sikap, perilaku,
dan moral remaja seoptimal mungkin.
Proses pendidikan yang diberikan oleh para guru kepada remaja
sebagai genarasi muda haruslah berkualitas. Salah satu ciri dari pendidikan
yang berkualitas ialah pendidikan yang mampu melahirkan sumber daya manusia
yang konstruktif, kreatif, inovatif, dan produktif yang misioner dan visioner.
Aspek – aspek perkembangan remaja
Semua individu khususnya remaja akan
mengalami perkembangan baik fisik maupun psikis yang meliputi aspek-aspek
intelektual, sosial, emosi, bahasa, moraldan agama.
(a)Perkembangan Fisik
Dalam perkembangan remaja,
perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik. Tubuh berkembang pesat
sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya
kapasitas reproduktif. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan
ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder.
(b)Perkembangan Psikis
1.Aspek Intektual
Perkembangan intelektual
(kognitif) pada remaja bermula pada umur 11 atau 12 tahun. Remaja tidak lagi
terikat pada realitas fisik yang konkrit, remaja mulai mampu berhadapan dengan
aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas. Bagaimana dunia ini
tersusun tidak lagi dilihat sebagai satu-satunya alternatif yang mungkin
terjadi,misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok
sebayanya dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi dipandang
sebagai hal-hal yang mungkin berubah. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru
ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotesis dan
kontrafaktual, yang nantinya akan memberikan peluang pada individu untuk
mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.
2.Aspek Sosial
Perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial atau proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi. Meleburkan
diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Aspek ini
meliputi kepercayaan akan diri sendiri, berpandangan objektif, keberanian menghadapi
orang lain, dan lain-lain.Perkembangan sosial pada masa remaja berkembang
kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik. Baik menyangkut
sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai atau perasaan sehingga mendorong remaja
untuk bersosialisasi lebih akrab dengan lingkungan sebaya atau lingkungan
masyarakat baik melalui persahabatan atau percintaan. Pada masa ini
berkembangan sikap cenderung menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran, keinginan oranglain. Ada lingkungan sosial remaja (teman
sebaya) yang menampilkan sikap dan perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan
misalnya: taat beribadah, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain. Tapi ada juga
beberapa remaja yang terpengaruh perilaku tidak bertanggung jawab teman sebayanya,
seperti : mencuri, free sex, narkotik, miras, dan lain-lain.Remaja diharapkan
memiliki penyesuaian sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi
secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
3.Aspek Emosi (Afektif)
Perkembangan aspek emosi
berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (13-14 tahun) dan remaja tengah
(15-16 tahun) pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan
dalam hidupnya,diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti
dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa akrab bertukar
dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir
(18 – 21 tahun).Pada masa remaja tengah anak terombang-ambing dalam sikap mendua
(ambivalensi) maka pada masa remaja akhir anak telah memiliki pendirian, sikap
yang relatif mapan. Mencapai kematangan emosial merupakan tugas yang sulit bagi
remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional
lingkungannya, terutama lingkungan-lingkungan keluarga dan teman sebaya.
Apabila lingkungan tersebut kondusif maka akan cenderung dapat mencapai kematangan
emosional yang baik, seperti adolesensi emosi (cinta, kasih, simpati,senang
menolong orang lain, hormat dan menghargai orang lain, ramah) mengendalikan
emosi (tidak mudah tersinggung, tidak agresif, optimisdan dapat menghadapi
situasi frustasi secara wajar). Tapi sebaliknya, jika seorang remaja kurang
perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya,
maka cenderung mengalami perasaan tertekan atau ketidak nyamanan emosional,
sehingga remaja bisa berealisi agresif (melawan, keras kepala, bertengkar,
berkelahi, senang mengganggu) dan melarikan diri dari kenyataan (melamun,
pendiam,senang menyendiri, meminum miras dan narkoba).
4.Aspek Bahasa
Perkembangan bahasa adalah
meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi baik alat komunikasi
lisan, tulisan,maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Bahasa remaja adalah
bahasa yang telah berkembang, baik dilingkungan keluarga, masyarakat dan
khususnya lingkungan teman sebaya sedikit banyak lebih membentuk pola
perkembangan bahasa remaja. Pola bahasa remaja lebih diwarnai pola bahasa
pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya.Pada umumnya remaja akhir
lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu, menggemari literatur yang
mengandung nilai-nilaifilosofis, etnis dan religius. Penggunaan bahasa oleh
remaja lebih sempurna serta perbendaharaan kata lebih banyak. Kemampuan menggunakan
bahasa ilmiah mulai tumbuh dan mampu diajak berdialog seperti ilmuwan.
5. Aspek Moral
Perkembangan moral pada
remaja menurut teori Kohlberg menempati tingkat III: pasca konvensional stadium
5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara remaja dengan
lingkungan sosial.Ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan
sosial dan masyarakat. Pada tahap ini remaja lebih mengenal tentang
nilai-nilaimoral, kejujuran, keadilan kesopanan dan kedisiplinan. Oleh karena
itu moral remaja harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial. Selain itu
peranan orang tua sangat penting. Dalam membantu moral remaja, orang tua harus
konsisten dalam mendidik anaknya,bersikap terbuka serta dialogis, tidak
otoriter atau memaksakan kehendak.
BAB III
PENUTUP
A. simpulan
Dari makalah ini
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :
1) Perkembangan fase remaja merupakan segmen perkembangan individu
yang sangat penting dan ditandai dengan matangnya organ-organ fisik (seksual)
sehingga individu tersebut bisa bereproduksi dengan baik.
2) Perkembangan fase remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor,
meliputi: hereditas,lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, teman sebaya dan
teman sepergaulan.
3) Faktor ekonomi keluarga juga berperan penting terhadap
perkembangan remaja.
4) Orang tua yang mengalami tekanan ekonomi, cenderung mempengaruhi
masalah remaja.
B. Saran
1)
Bagi remaja hendaknya
mengetahui dan mempelajari tugas - tugas perkembangan dengan baik. Sehingga
bisa menerapkan tugas - tugas perkembangan tersebut dengan sebaik-baiknya.
2)
Bagi orang tua, hendaknya
mengontrol tugas-tugas perkembangan anak yang belum diselesaikan dan
membimbing, mengarahkan serta mengantarkan ke arah yang lebih positif.
3)
Orang tua dan guru membantu
menyelesaikan tugas perkembangan sehinggamencapai proses menjadi, yakni menjadi
lebih baik dan lebih sempurna.
A.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Refika
Aditama.Dariya, Agoes. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun
Pertama.Bandung.
Hadis, Abdul
dan Nurhayati, B..
2010. Psikologi dalam
pendidikan. Bandung : Alfabeta
Sunarto dan Hartono, Agung.
2008.Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syaodi Sukmadinata, Nana.
2007. Landasan Psikologi Proses
Pendidikan. Bandung : PT.Rosdakarya.
www.wordpress.com.November
26, 2008. Faktor Kriminalitas
Meningkatkan Angka Kematian di Indonesia
.Yusuf LN, Syamsul 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar