Makalah pembelajaran berbasis



MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS

( KONTEKSTUAL, KOMPETENSI, BERBASIS STUDENT-CENTERED LEARNING )

Mata kuliah : Strategi Pembelajaran

Dosen Pembimbing : Drs. Asmuni syukir M.pd

STKIP Jombang.jpg

Oleh : R.Wakhid Hamzah kusuma (082099)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

PENDIDIKAN EKONOMI KOPERASI 2008/A

JOMBANG

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah segala puja puji, penulis panjatkan kehadirat illahi robbi, tuhan yang lagi maha pengasih dan penyayang yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan study kasus ini.

Keberhasilan ini tidak akan tercapai tanpa adanya kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Seluruh Ibu/Bapak dosen kami yang telah relah berbagi ilmu dan pengetahuan kepada kami.

2. Bapak Asmuni syukir yang selaku pembimbing kami dalam mata kuliah Strategi Pembelajaran yang dengan tekun dan sabar memberikan waktunya untuk rela dengan ikhlas mengajar dan dengan rela berbagi ilmu dengan kami.

Penulis menyadari bahwa penyusunan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima segala kritik dan saran demi kesempurnaan dalam penyusunan ini.

Akhirnya harapan penulis mudah mudahan penulisan ini akan bermanfaat bagi pembaca sekalian dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

DAFTAR ISI

Sampul

Kata pengantar……………………………………………………………………………. i

Daftar isi……………………………………………………………………...................... ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar belakang……………………………………………………………………… 1

1.2 Rumusan masalah……………………………………………………....................... 2

1.3 Tujuan………………………………………………………………………………. 2

BAB II Pembahasan

2.1 Pembelajaran Berbasis kontekstual………………………………………………… 3

2.1.1 Pemikiran tentang belajar……………………………………………………. 3

2.1.2 Hakekat Pembelajaran Kontekstual…………………………………………. 4

2.1.3 Pengertian Pembelajaran Kontekstual……………………………………….. 5

2.1.4 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional……….. 5

2.1.5 Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas………………………... ………6

2.1.6 Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual……………………………….. 6

2.1.7 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual……………………………………. 7

2.1.8 Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual……………………. 8

2.2 Pembelajaran Berbasis kompetensi…………………………………………………. 8

2.2.1 Metode-metode instructional………………………………………………… 9

2.2.2 Macam Pendekatan Belajar………………………………………………….. 10

2.2.3 Strategi Penerapan Standar Kompetensi…………………………………… 10

2.2.4 Sembilan Kompetensi bersifat sinergis………………………………………. 11

2.2.5 Pengorganisasian Materi…………………………………………………….. 11

2.3 Pemelajaran Berbasis Student centered learning…………………………………… 11

2.3.1 PRINSIP-PRINSIP PSIKOLOGIS PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA SISWA (STUDENT CENTERED LEARNING……………………………………... 13

2.3.2 PENGERTIAN PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA SISWA (LEARNER CENTERED……………………………………………………………. 15

2.3.3 KARAKTERISTIK GURU PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA SISWA………... 18

BAB III PENUTUP

3.1Simpulan…………………………………………………………………………….. 21

3.2Saran………………………………………………………………………………….21

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………… 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah terdapatnya kesenjangan yang cukup lebar antara pengetahuan yang dimiliki para siswa dengan sikap dan perilakunya. Banyak siswa yang tahu atau hafal materi pelajaran, tetapi tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya tersebut bagi peningkatan kualitas kehidupannya. Sebagai contoh, siswa tahu tentang makanan sehat, tetapi perilaku makannya tidak menunjukkan perilaku makan yang sehat, siswa lebih banyak yang menyukai dan memilih fast food dan soft drink daripada makan nasi dan sayur serta minum susu. Contoh lain, siswa tahu bagaimana berperilaku sosial yang baik, tetapi mereka kurang mampu menghargai orang lain, bertoleransi atau berperilaku sopan. Pengetahuan menjadi sesuatu yang hanya dihafal saja tetapi tidak berpengaruh dalam kehidupannya. Pengetahuan hanya ‘mampir’ sebentar dan kemudian ‘menguap’ begitu saja, seolah tid ak berbekas dalam kehidupan siswa. Mengapa pendidikan kita menghasilkan generasi penerus yang demikian?

Kalau kita cermati, proses belajar yang diperoleh siswa lebih banyak pada “belajar tentang” (learning about thing) daripada “ belajar menjadi” (learning how to be). Sisw a belajar tentang hidup sehat, apa pengertian dan ciri-cirinya serta cara untuk mencapai hidup sehat, tetapi sisw a tidak belajar bagaimana mengubah perilaku sehingga mencapai taraf hidup sehat. Sebagai contoh, siswa tahu bahw a merokok merupakan salah satu perilaku yang tidak sehat, tetapi banyak siswa mencoba bahkan menjadi pecandu rokok. Tampaknya, pengetahuan yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil transmisi informasi, belum merupakan sesuatu yang dicari digali, dan ditemukan sendiri sehingga betul-betul menjadi miliknya dan menjadi bagian dari kehidupannya. Menurut John Dewey, pembelajaran sejati adalah lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing dengan pendampingan daripada sekedar transmisi pengetahuan.

Pembelajaran merupakan individual discovery. Pendidikan memberikan kesempatan dan pengalaman dalam proses pencarian informasi, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan bagi kehidupannya sendiri. Melalui proses pembelajaran yang berpusat pada siswa maka fungsi guru berubah dari pengajar (teacher) menjadi mitra pembelajaran (fasilitator).

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana Bentuk pembelajaran berbasis kontekstual ?

2. Bagaimana Bentuk pembelajaran berbasis kompetensi ?

3. Bagaimana Bentuk pembelajaran berbasis student centered learning ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bentuk Pembelajaran berbasis kontekstual.

2. Mengetahui bentuk Pembelajaran berbasis Kompetensi.

3. Mengetahui bentuk Pembelajaran berbasis Student centered learning.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Kontekstual

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

2.1.1 Pemikiran tentang belajar

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar

Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.

Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit) Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.

Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

2.1.2 Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

2.1.3 Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

2.1.4 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

kontekstual


Tradisional

  * Menyandarkan pada pemahaman makna.
  * Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
  * Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
  * Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
  * Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
  * Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
  * Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
  * Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
  * Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
  * Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
  * Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
  * Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
  * Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
  * Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.



  * Menyandarkan pada hapalan
  * Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
  * Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
  * Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
  * Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
  * Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
  * Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
  * Perilaku dibangun atas kebiasaan.
  * Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
  * Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
  * Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
  * Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
  * Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
  * Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

2.1.5 Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic, kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. Ciptakan masyarakat belajar. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran, Lakukan refleksi di akhir pertemuan, Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

2.1.6 Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme

Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. Inquiry

Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. Questioning (Bertanya)

Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)

Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar. Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. Tukar pengalaman. Berbagi ide

5. Modeling (Pemodelan)

Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar. Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)

Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari. Mencatat apa yang telah dipelajari. Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)

Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa. Penilaian produk (kinerja). Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

2.1.7 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

· Kerjasama

· Saling menunjang

· Menyenangkan, tidak membosankan

· Belajar dengan bergairah

· Pembelajaran terintegrasi

· Menggunakan berbagai sumber

· Siswa aktif

· Sharing dengan teman

· Siswa kritis guru kreatif

· Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain

· Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

2.1.8 Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar, Nyatakan tujuan umum pembelajarannya, Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

2.2 Pembelajaran berbasis kompetensi

Tujuan Pengajaran menurut Mager adalah menitik beratkan pada perilaku siswa atau perbuatan (performance) sebagai suatu jenis out put yang terdapat pada siswa dan teramati serta menunjukkan bahwa siswa tersebut telah melaksanakan kegiatan belajar.

Tugas utama pengajar adalah mendidik dan membimbing siswa untuk belajar dan mengembangkan dirinya. Strategi kognitif, adalah kemampuan inetrnal untuk berfikir

2.2.1 Metode-metode instruktional :

1. Ceramah (Iecture)

2. Demonstrasi dan Eksperimen

3. Tanya Jawab

4. Penampilan

5. Diskusi

6. Studi Mandiri

7. Pembelajarn terprogram

8. Latihan Bersama teman

9. Simulasi

10. Pemecahan Masalah

11. Studi Kasus

12. Insiden

13. Praktikum

14. Proyek

15. Bermain Peran

16. Simposium

17. Tutorial

18. Deduktif

19. Induktif

20. Seminar

Jenis Motivasi ;

1. Belajar melalui Model

2. Belajar Bermakna

3. Melakukan interaksi

4. Penyajian yang menarik

5. Temu tokoh

6. Mengulangi kesimpulan materi

7. Belajar Kognitif

2.2.2 Macam Pendekatan Belajar ;

1. Belajar Responden

2. Belajar operant

3. Belajar Observasional

4. Belajar kontiguitas

5. Belajar Kognitif

Memanfaatkan Peta Konsep

1. Bentuk Konsep

2. Ciri-ciri Peta konsep

2.2.3 Strategi Penerapan Standar Kompetensi

Pengertian Kompetensi adalah kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kompetensi merupakan target sasaran, standar taksonomi Bloom dan Gagne, dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa penekanannya adalah pada tingkat : Cognitif/pemahaman, pengetahuan/knowlwdge, pemahaman/comprehension, penerapan/aplication, analisis/analysis, sintesis/synthesis, dan evaluasi/evaluation.

Landasan hukum penerapan Kurikulum Bebasis Kompetensi:

1. GBHN tahun 1999

2. Undang-undang Nomor 22 tahun1999 pasal 4

3. Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan nasional)

Dalam Undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 2 "Pendidikan Nasional Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa , bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis*(f) serta bertanggungjawab.

Pengembangan kurikulum berdasarkan aspek-aspek berikut :

1. Diversifikasi Kurikulum

2. Kompetensi Standar

3. Kurikulum berbasis Kompetensi

4. Empat Pilar Pendidikan Kesejagadan

5. Partisipasi masyarakat

6. Manajeman Berbasis Sekolah

2.2.4 Sembilan Kompetensi bersifat sinergis

1. Manusia Makhluk Tuhan

2. Menggunakan bahasa

3. Menerapkan Teknologi Informasi

4. Memahami dan menghargai Peserta Didik

5. Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep numerik dan spesial, mencari dan menyusun pola , struktur, dan hubungan

6. Memahami kontek

7. Berpartisipasi

8. Menunjukkan Kemampuan berfikir

9. Menunjukkan Motivasi

2.2.5 Pengorganisasian Materi

1. kompetensi Dasar

2. materi pokok

3. indikator

2.3 PEMBELAJARAN BERBASIS STUDENT-CENTERED LEARNING

P erubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada sisw a (learner centered) diharapkan dapat mendorong sisw a untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran denganketerlibatan aktif siswa ini berarti guru tidak mengambil hak anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitasi untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.

Pembelajaran yang inovatif dengan metode yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning) memiliki keragaman model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dari sisw a. Metode-metode tersebut diantaranya adalah:

(a). Berbagi informasi (Information Sharing) dengan cara: curah gagasan (brainstorming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kelompok (group discussion), diskusi panel (panel discussion), simposium, dan seminar;

(b). Belajar dari pengalaman (Experience Based) dengan cara: simulasi, bermain peran (roleplay), permainan (game), dan kelompok temu;

(c). P embelajaran melalui Pemecahan Masalah (Problem Solving Based) dengan cara: Studi kasus, tutorial, dan lokakarya.

Metode pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning) kini dianggap lebih sesuai dengan kondisi eksternal masa kini yang menjadi tantangan bagi siswa untuk mampu mengambil keputusan secara efektif terhadap problematika yang dihadapinya. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada sisw a maka siswa harus berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisis dan dapat memecahkan masalah-masalahnya sendiri.

Tantangan bagi guru sebagai pendamping pembelajaran siswa, untuk dapat menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa perlu memahami tentang konsep, pola pikir, filosofi, komitmen metode, dan strategi pembelajaran. Untuk menunjang kompetensi guru dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa maka diperlukan peningkatan pengetahuan, pemahaman, keahlian, dan ketrampilan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran berpusat pada siswa. Peran guru dalam pembelajar berpusat pada siswa bergeser dari semula menjadi pengajar (teacher) menjadi fasilitator. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitasi. Dalam hal ini adalah memfasilitasi proses pembelajaran siswa. Guru menjadi mitra pembelajaran yang berfungsi sebagai pendamping (guide on the side) bagi siswa.

Persiapan menjadi fasilitator memerlukan upaya khusus yang berkesinambungan. Selain bekal pengetahuan, juga diperlukan latihan-latihan yang terus menerus agar supaya pengetahuan itu menjadi ketrampilan. Ibarat orang membuat kue, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan bahan-bahan dan membaca resep, tetapi juga harus meramu sesuai resepnya, kemudian memasaknya. Bahkan kadang-kadang diperlukan cara yang berbeda, dan penambahan bahan-bahan dengan prosedur yang tepat sehingga dihasilkan kue yang lezat. Demikian pula menjadi fasilitator, selain persiapan pengetahuan, latihan -latihan, juga perlu pengalaman. Melalui pengalaman dan prakte k menjadi fasilitator maka akan diperoleh tambahan bekal yang semakin banyak sehingga kita akan dapat menemukan sendiri cara yang tepat, efektif, dan efisien dalam memfasilitasi proses pembelajaran siswa.

2.3.1 PRINSIP-PRINSIP PSIKOLOGIS PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA SISWA (STUDENT CENTERED LEARNING

Bekal bagi para guru untuk dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator salah satunya adalah memahami prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa. Ada lima faktor yang penting diperhatikan dalam prinsip psikologis pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu:

(a) Faktor Metakognitif dan kognitif yang menggambarkan bagaimana siswa berpikir dan mengingat, serta penggambaran faktor-faktor yang terlibat dalam proses pembentukan makna informasi dan pengalaman;

(b) Faktor Afektif yang menggambarkan bagaimana keyakinan, emosi, dan motivasi mempengaruhi cara seseorang menerima situasi pembelajaran, seberapa banyak orang belajar, dan usaha yang mereka lakukan untuk mengikuti pembelajaran. Kondisi emosi seseorang, keyakinannya tentang kompetensi pribadinya, harapannya terhadap kesuksesan, minat pribadi, dan tujuan belajar, semua itu mempengaruhi bagaimana motivasi sisw a untuk belajar;

(c) Faktor Perkembangan yang menggambarkan bahwa kondisi fisik, intelektual, emosional, dan sosial dipengaruhi oleh faktor genetik yang unik dan faktor lingkungan

(d) Faktor Pribadi dan sosial yang menggambarkan bagaimana orang lain berperan dalam proses pembelajaran dan cara-cara orang belajar dalam kelompok. Prinsip ini mencerminkan bahw a dalam interaksi sosial, orang akan saling belajar dan dapat saling menolong melalui saling berbagi perspektif individual

(e). Faktor Perbedaan Individual yang menggambarkan bagaimana latar belakang individu yang unik dan kapasitas masing -masing berpengaruh dalam pembelajaran. Prinsip ini membantu menjelaskan mengapa individu mempelajari sesuatu yang ber beda, w aktu yang berbeda, dan dengan cara-Cara yang berbeda pula.

Berikut akan diuraikan penjabaran masing-masing faktor.

1. Faktor Metakogni tif dan Kogni tif

Prinsip 1: Dasar proses pembel ajaran. Pembelajaran adalah suatu proses alamiah untuk mencapai tujuan yang bermakna secara pribadi, bersifat aktif, dan melalui mediasi secara internal, merupakan proses pencarian dan pembentukan makna terhadap informasi dan pengalaman yang disaring melalui persepsi unik, pemikiran, dan perasaan sisw a (siswa).

Prinsip 2: Tujuan proses pembelajaran. Siswa mencari untuk menciptakan makna, representasi pengetahuan melalui kuantitas dan kualitas data yang tersedia.

Prinsip 3: Pembentukan pengetahuan. Siswa mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki melalui cara-cara yang unik dan penuh makna.

Prinsip 4: Pemikiran tingkat tinggi . Startegi tingkat tinggi untuk ”Berikir tentang berpikir”- untuk memantau dan memonitor proses mental, memfasilitasi kreativitas dan berpikir kritis.

2. Faktor Afektif

Prinsip 5: Pengaruh motivasi dalam pembelajaran. Kedalaman dan keluasan informasi diproses, serta apa dan seberapa banyak hal itu dipelajari dan diingat dipen garuhi oleh: (a).kesadaran diri dan keyakinan kontrol diri, kompetensi, dan kemampuan, (b). kejelasan nilai-nilai personal, minat, dan tujuan, (c). harapan pribadi terhadap kesuksesan dan kegagalan, (d). afeksi, emosi, dan kondisi pikiran secara umum, dan (e). tingkat motivasi untuk belajar.

Prinsip 6: Motivasi intrinsik untuk belajar. Individu pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu dan menikmati pembelajaran, tetapi pemikiran dan emosi negatif (misalnya perasaan tidak aman, takut gagal, malu, ketakutan mendapat hukuman, atau pelabelan/stigmatisasi) dapat mengancam antusiasme mereka.

Prinsip 7: Karakteristik tugas-tugas pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi. Rasa ingin tahu, kreativitas, dan berpikir tingkat tinggi dapat distimulasi melalui tugas-tugas yang relevan, otentik yang memiliki tingkat kesulitan dan kebaruan bagi masing-masing siswa.

3. FAKTOR PERKEMBANGAN

Prinsip 8: Kendala dan peluang perkembangan. Kemajuan individual dipengaruhi perkembangan fase-fase fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang merupakan fungsi genetis yang unik serta pengaruh faktor lingkungan.

4. FAKTOR PERSONAL DAN SOSIAL

Prinsip 9: Keberagaman sosial dan budaya. Pembelajaran difasilitasi oleh interaksi sosial dan komunikasi dengan orang lain melalui seting yang fleksibel, keberagaman (usia, budaya, latar belakang keluarga, dsb) dan instruksional yang adaptif.

Prinsip 10: Penerimaan sosial , harga diri , dan pembelajaran. Pembelajaran dan harga diri sangat terkait ketika individu dihargai dan dalam hubungan yang saling peduli satu dengan yang lain sehingga mereka dapat saling mengetahui potensi, menghargai bakat-bakat unik dengan tulus, dan menerima mereka saling dapat menerima sebagai individu.

5. FAKTOR PERBEDAAN INDIVIDU

Prinsip 11: Perbedaan individual dalam pembelajaran. Meskipun prinsip-prinsip dasar pembelajaran, motivasi, dan instruksi afeksi berpengaruh terhadap semua siswa (termasuk suku, ras, jender, kemampuan fisik, agama, dan status sosial), siswa memiliki perbedaan kemampuan dan preferensi dalam model dan strategi pembelajaran. Perbedaan -perbedaan ini merupakan pengaruh dari lingkungan (apa yang dipelajari dan dikomunikasikan dalam budaya dan kelompok sosial yang berbeda) dan keturunan (apa yang muncul sebagai fungsi genetis).

Prinsip 12: Filter kognitif. Keyakinan personal, pemikiran, dan pemahaman berasal dari pembelajaran dan interpretasi sebelumnya, hal ini dapat menjadi dasar individual dalam pembentukan realitas dan interpretasi pengalaman hidup.

2.3.2 PENGERTIAN PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA SISWA (LEARNER CENTERED

Pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran dengan menggunakan sepasang perspektif, yaitu fokus pada individu pembelajar (keturunan, pengalaman, perspektif, latar belakang, bakat, minat, kapasitas, dan kebutuhan) dengan fokus pada pembelajaran (pengetahuan yang paling baik tentang pembelajaran dan bagaimana hal itu timbul serta tentang praktek pengajaran yang paling efektif dalam meningkatkan tingkat motivasi, pembelajaran, dan prestasi bagi semua pembelajar. Fokus ganda ini selanjutnya memberikan informasi dan dorongan pengambilan keputusan pendidikan. Perspektif yang berpusat pada siswa ini merupakan suatu refleksi dari duabelas (12) prinsip psikologis pembelajaran berpusat pada siswa dalam program, praktek, kebijakan, dan orang-orang yang mendukung pembelajaran untuk semua.

Berdasarkan prinsip dasar pembelajaran berpusat pada siswa, maka untuk memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan orientasi antara pembelajaran berpusat pada siswa dan pembelajaran yang tidak berpusat pada siswa, diciptakan dua profil yang berlawanan, yaitu

(a). Profil guru dengan asumsi berpusat pada siswa, dan

(b). Profil guru dengan asumsi tidak berpusat pada siswa.

a. Profil guru dengan asumsi berpusat pada siswa: Semua siswa memiliki potensi untuk belajar. Dalam rangka untuk memaksimalkan pembelajaran, kita perlu membantu para siswa merasa nyaman mendiskusikan perasaan dan keyakinan mereka. Memperhatikan kebutuhan sosial, emosional, dan fisik para siswa merupakan hal yang sangat penting harus dimunculkan dalam pembelajaran. Membantu para siswa memahami bagaimana keyakinan mereka terhadap diri mereka sendiri mempengaruhi pembelajaran, hal ini sama pentingnya dengan membantu mereka dalam ketrampilan akademisnya. Para siswa memiliki kemampuan alamiah untuk memperoleh pembelajaran sendiri. Ketika para guru merasa rileks dan nyaman dengan diri mereka sendiri, mereka memiliki akses untuk mencapai kebijaksanaan alamiah untuk mengatasi berbagai kesulitas di dalam kelas. Kemauan untuk berhubungan dengan masing-masing siswa merupakan suatu keunikan individual yang dapat memfasilitasi pembelajaran. Guru perlu mendukung para siswa untuk memperoleh minatnya masing-masing di sekolah dan mengkaitkan pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata mereka. Menerima siswa dimanapun berada akan membuat mereka lebih siap belajar. Guru memiliki keyakinan bahwa mereka mampu membuat suatu perbedaan dengan semua siswa. Melihat sesuatu dari sudut pandang siswa merupakan suatu kunci bagi kebaikan kinerja mereka di sekolah. Guru meyakini bahwa mendengarkan siswa merupakan salah satu cara menolong mereka menyelesaikan persolan mereka sendiri.

b. Profil guru dengan asumsi tidak berpusat pada siswa: Guru berkeyakinan jika para siswa tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik, mereka (para siswa) harus kembali ke dasar dan lebih banyak mengembangkan hafalan dan ketrampilan. Pekerjaan utama guru adalah membantu siswa memenuhi standar kurikulum. Membiarkan mereka berjalan sendiri merupakan satu hal yang tidak mungkin, karena kebanyakan siswa tidak dapat dipercaya untuk belajar apa yang seharusnya mereka ketahui. Jika guru tidak memberikan arah bagi siswa, maka siswa tidak akan mendapat sesuatu jawaban yang benar. Mengetahui bahan pelajaran dari guru merupakan kontribusi yang sangat penting, guru dapat membuat siswa belajar. Guru yang baik selalu mengetahui lebih banyak daripada siswanya. Banyak alasan yang kompleks mengapa para siswa berperilaku tidak tepat. Selain itu, guru tidak dapat mempengaruhi sesuatu yang terjadi di luar sekolah. Jika guru memberikan kontrol yang ketat pada para siswa, maka para siswa itu akan memperoleh banyak keuntungan dari guru. Agar supaya siswa menghargai guru sebagai pengajar, maka sangat perlu mempertahankan peran guru sebagai figur yang otoriter.. Satu hal lagi yang paling penting, guru dapat mengajar para siswa bila mereka mengikuti aturan main dan mengerjakan seperti apa yang diharapkan di dalam kelas. Kemampuan bawaan itu sangat pasti dan beberapa siswa tidak dapat belajar sebaik siswa yang lainnya. Beberapa siswa hanya tidak ingin belajar. Guru seharusnya tidak banyak berharap dengan siswa yang secara terus menerus menimbulkan masalah di kelas. Gurulah yang paling tahu apa yang dibutuhkan oleh para siswa dan apa yang paling penting untuk para siswa. Para siswa seharusnya menggunakan kata-kata yang diajarkan oleh guru, hal itu akan menjadi relevan dengan kebutuhan dalam kehidupan siswa. Kebanyakan guru tidak menujukkan karakteristik yang ekstrim pada satu profil, tetapi mereka memiliki atribut pada kedua profil tersebut. Jadi, atribut tersebut bersifat kontinum. Guru yang cenderung menunjukkan profil berpusat pada siswa umumnya mampu berkomunikasi dan bekerja sama dengan lebih baik dengan para siswa. Guru-guru ini cenderung mementingkan apa yang ingin dipelajari oleh para siswa, termasuk dalam menentukan tujuan pembelajaran, dan mendorong siswa untuk belajar mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pembelajaran mereka, kadang secara individual dan kadang-kadang dalam kerjasama kelompok. Guru-guru ini lebih mampu menggambarkan bakat, kapasitas, dan kekuatan unik masing-masing siswa yang membawa dorongan untuk pencapaian pembelajaran. Guru yang berpusat pada siswa juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan tidak hanya intelektual siswa tetapi juga perkembangan sosial dan emosional dalam diri para siswa.

2.3.3 KARAKTERISTIK GURU PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA SISWA

Guru-guru yang cenderung menggunakan pembelajaran berpusat pada siswa memiliki karakteritik umum yang menjadikan mereka menjadi guru-guru yang efektif. Secara umum, karakteristik guru-guru yang menggunakan pembelajaran berpusat pada siswa adalah:

a. Mengakui dan menghargai keunikan masing-masing siswa dengan cara mengakomodasi pemikiran siswa, gaya belajarnya, tingkat perkembangannya, kemampuan,bakat, persepsi diri, serta kebutuhan akademis dan non akademis siswa.

b. Memahami bahwa pembelajaran adalah suatu proses konstruktivis, oleh karena itu harus diyakinkan bahwa siswa diminta untuk mempelajari sesuatu yang relevan dan bermakna bagi diri mereka. Selain itu juga mencoba mengembangkan pengalaman belajar dimana siswa dapat secara aktif menciptakan dan membangun pengetahuannya sendiri serta mengkaitkan apa yang sudah diketahuinya dengan pengalaman yang diperoleh.

c. Menciptakan iklim pembelajaran yang positif dengan cara memberikan kesempatan pada siswa untuk berbicara dengannya secara personal, memahami siswa dengan sebaik-baiknya, menciptakan lingkungan yang nyaman dan menstimulasi bagi siswa, memberikan dukungan pada siswa, mengakui dan menghargai siswa.

d. Memulai pembelajaran dengan asumsi dasar bahwa semua siswa dengan kondisinya masing-masing bersedia untuk belajar dan ingin melakukan dengan sebaik-baiknya, serta memiliki minat intrinsik untuk memperkaya kehidupannya.

Guru-guru yang menggunakan pembelajaran yang berpusat pada siswa cenderung menciptakan lingkungan pembelajaran dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Suasana kelas yang hangat, mendukung. Dalam susana ini, guru mengijinkan siswa untuk mengenalnya dan selanjutnya akan menyukainya. Kalau guru disukai oleh siswa, maka siswa akan bersedia bekerja keras untuk orang yang disukainya.

b. Para siswa diminta untuk hanya mengerjakan pekerjaan yang bermanfaat. Guru harus menjelaskan manfaat apa yang akan diperoleh siswa jika mereka mengerjakan apa yang diminta oleh guru. Informasi ini akan menjadi berguna jika secara langsung dikaitkan dengan ketrampilan hidup yang diperlukan siswa, sehingga siswa terdorong untuk melakukannya dan guru meyakini bahwa hal itu sungguh bermanfaat atau diperlukan oleh siswa ketika mereka nanti menjadi mahasiswa.

c. Para siswa selalu diminta untuk mengerjakan yang terbaik yang mereka dapat lakukan. Kondisi kualitas pekerjaan termasuk didalamnya adalah pengetahuan siswa tentang gurunya dan apa yang diharapkannya serta keyakinannya bahwa guru memberikan kepedulian untuk membantunya, keyakinan bahwa tugas yang diberikan guru itu selalu bermanfaat, keinginan yang kuat untuk berusaha dengan sekuatnya untuk mengerjakan tugasnya sebaik-baiknya, dan mengetahui bagaimana pekerjaannya itu akan dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya.

d. Para siswa diminta untuk mengevaluasi pekerjaannya. Evaluasi diri diperlukan untuk menilai kualitas pekerjaan yang telah dilakukan oleh para siswa, semua siswa harus mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan dievaluasi, berdasarkan hasil eveluasi itulah siswa tahu bagaimana kualitas pekerjaannya dapat ditingkatkan serta dapat mengulangi prosesnya sampai kualitas terbaik dapat dicapai.

e. Kualitas pekerjaan yang baik selalu menimbulkan perasaan senang. Para siswa merasa senang ketika mereka menghasilkan pekerjaan yang berkualitas baik, dan demikian pula dengan orangtuanya serta gurunya. Perasaan senang ini juga merupakan insentif untuk meningkatkan kualitas.

f. Pekerjaan yang berkualitas tidak pernah destruktif. Pekerjaan yang berkualitas tidak pernah dicapai melalui pekerjaan yang merusak seperti misalnya menggunakan Narkoba (meskipun kadang dirasa menimbulkan rasa senang) atau menyakiti orang lain, merusak lingkungan, dsb.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Kebutuhan dan tantangan dalam proses pendidikan selalu berubah seiring dengan perubahan kondisi dan situasi jaman. Supaya proses pendidikan yang kita lakukan dapat menjawab tantangan jaman, maka diakui atau tidak kitapun harus berubah, baik dalam cara berpikir, pendekatan dalam proses pengajaran, maupun ketrampilan baru yang kita perlukan dalam proses pembelajaran.

Perubahan memang bukan sesuatu yang mudah dilakukan, kendala dan tantangan pasti akan datang menghadang, tetapi tantangan bukanlah hal yang harus ditakuti, justru tantangan inilah yang akan menumbuhkan motivasi. Sebagai guru, kita juga adalah ’”lifelong learner”, pembelajar sejati yang tiada pernah berhenti untuk belajar.

3.2 saran

Semua model pemelajaran sangat efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Akan tetapi hanya saja tidak semua peserta didik disamakan dalam satu model pembelajaran karena setiap karakter kelas berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

___________2009-26-September. Model belajar dan pembelajaran berorientasi kompetensi siswa : www.pkab.wordpress.com / (diakses, 20:00)

Dimyati, Dr, Mudjiono, Drs. Belajar dan pembelajaran : Rineka Cipta

Suryasubrata.1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

A.M. Muliono (2003), “Pembelajaran”, Kompas 26/7/03.

Sardjito, Drs. Perencanaan Pembelajaran (suatu modul perencanaan pembelajaran)

0 komentar:

Posting Komentar