Pengaruh penataan pasar tradisonal terhadap tingat pendapatan pedagang di pasar Kertosono


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bangsa Indonesia, sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan perkembangan ekonominya. Persaingan pasar bebas, menjadikan persaingan dalam hal ekonomi ini semakin terlihat. Indonesia seharusnya bisa menggenjot transaksi ekonominya yang bisa menguntungkan bangsa. Akan tetapi perbaikan system ini seharusnya dilakukan di intern bangsa ini dahulu demi persaingan di luar negeri. Perkembangan perekonomian Indonesia pada saat ini di indikasi oleh maraknya pusat perdagangan. Menurut jenisnya pusat perdagangan di bagi menjadi dua yaitu pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern. Pusat perdagangan ini juga bertujuan untuk mendukung kemajuan pembangunan daerah. Pasar tradisional adalah pasar dimana system pembelian barang yang dilakukan dengan tawar menawar. Berbeda dengan pusat perbelanjaan modern yang system penjualanya dilakukan dengan harga yang sudah ditetapkan sehingga tidak dapat ditawar lagi.
Pusat perdagangan seperti pasar tradisional yang ada di setiap daerah biasanya membentuk cirri khas gaya hidup tersendiri dan juga berengaruh pada pola perilaku masyarakat. Gaya hidup pada pasar tradisional sangat kental seperti gaya hidup sederhana dan suka dalam sosialisasi dengan masyarakat yang lain. Hubungan antara sesame pedagang pasar tradisional mengutamakan rasa toleransi, tolong menolong, bercakap-cakap, mengobrol untuk membina hubungan baik antara pedagang, akan tetapi tidak mau kalau merugikan mereka sendiri.
Hubungan pedagang pasar biasanya berusaha untuk mempunyai pelanggan tetap atau khusus. Pedagang tergantung pada para pembeli tersebut yang selalu embeli barang di standnya dan menghilangkan kekhawatiran akan barang dagangannya. (lilananda, 1997;p,44)
Sejalan dengan uraian diatas, Pasar tradisional kertosono yang bentuk bangunannya dimodel seperti pasar modern menjadi sorotan peneliti. Pasar kertosono yang bangunannya bertingkat membuat masyarakat atau pihak berwenang untuk membagi posisi yang dihuni oleh pedagang menurut dagangannya.
Menurut kejadian, para konsumen enggan ke lantai 2. Ini membuat pendapatan pedagang yang berada dilantai 2 menurun dikarnakan penataan yang kurang tepat. Berbagai upaya dilakukan oleh masyarakt untuk menarik konsumen agar mau menjajaki pedangan yang ada di lantai 2. Akan tetapi hasilnya sama saja, para pembeli kebanyakan berhenti di lantai dasar. Sebenarnya ada kerancuhan dalam pembagian tempat untuk para pedagang. Dan seharusnya ada penggolongan barang dagangan menurut tempatnya agar setiap konsumen bisa memilih apa yang di inginkan dan bukan hanya dari beberapa pedagang saja
Dan sebenarnya penataan pasar ini juga merupakan suatu kebijakan pemerintah dalam hal penataan pasar tradisional yang ada di kertosono. Seperti yang ada pada peraturan pemerintah, dimana penataan pasar diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan pemerintah daerahnya masing-masing.s
Dengan melihat masalah yang terjadi maka penelitian ini dibuat untuk meneliti hal tersebut, yaitu “Pengaruh penataan pasar tradisonal terhadap tingat pendapatan pedagang di pasar Kertosono“
B. Batasan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka untuk menghindari perbedaan persepsidalam memahami dan mengartikan masalah. Maka peneliti perlu memberikan batasan masalah sesuai dengan judul, yaitu :
pengaruh penataan pasar tradisional terhadap tingkat pendapatan pedagang di pasar kertosono
C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “adakah pengaruh penataan pasar tradisional terhadap tingkat pendapatan pedagang di pasar kertosono ?”.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisa pengaruh penataan pasar tradisional terhadap tingkat pendapatan pedagang di pasar kertosono
.
E. Manfaat penelitian
Jika penelitian ini mencapai sasaran yang di harapkan, maka hasil penelitian ini di harapkan memberikan manfaat. Adapun manfaatnya sebagai berikut:
1. hasil penelitian ini dapat menjadi masukan sebagai bahan evaluasi dan inovasi untuk Masyarakat atau pedagang dalam penataan pasar demi peningkatan pendapatan..
2. dapat menjadi suatu pembelajaran untuk daerah lain dalam usaha peningkatan keefektifan penjualan barang dagangannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENELITI TERDAHULU
HAPPI HARISTIANA 2005, merupakan salah satu peneliti yang membahas tentang PENGARUH KREDIT BAGI HASIL BTM SURYA MENTARI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PEDAGANG KECIL DI DESA KARANGANYAR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN.
Berdasarkan uraian secara keseluruhan hasil penelitian tentang pengaruh kredit bagi hasil BTM Surya Mentari terhadap peningkatan pendapatan pedagang kecil di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan, maka dapat diambil kesimpulan :
“Ada pengaruh kredit bagi hasil BTM Surya Mentari terhadap peningkatan pendapatan pedagang kecil di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan”. Adapun kontribusi kredit bagi hasil terhadap peningkatan pendapatan adalah sebesar 18,2 % sedangkan sisanya sebesar 81,8 % dimungkinkan berasal dari pengaruh variabel kesempatan kerja yang tersedia, kecakapan dan keahlian, motivasi kerja dan keuletan bekerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, ternyata ada
faktor lain yang diperkirakan lebih besar dalam mempengaruhi peningkatan pendapatan, untuk itu dalam penelitian yang akan datang diharapkan kepada penulis berikutnya untuk meneliti apakah variabel kesempatan kerja yang tersedia, kecakapan dan keahlian, motivasi kerja dan keuletan bekerja berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan.
Ifah Chasanah 2007, KEBERADAAN PASAR TRADISIONAL WAGE WADASLINTANG SEBAGAI PUSAT KEGIATAN EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT WADASLINTANG, KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 1998-2005. Berdasarkan permasalahan dan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa :
1. Berdirinya pasar Tradisional Wage Wadaslintang terkait erat dengan sejarah Wadaslintang dan perkembangan kekuasaan Desa Wadaslintang. Munculnya pasar desa ini tidak diketahui secara pasti kapan mulai ada, tetapi dari keterangan penduduk sekitar, bahwa pasar desa Wadaslintang sudah ada sekitar tahun 1900-an yaitu pada masa pemerintahan Glondong Sastro Sukarno. Pada pemerintahannya terjadi pembangunan fisik secara besar-besaran, termasuk pembangunan pasar desa. Pembangunan pasar desa ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat yang amat sulit pada waktu itu. Pasar Wadaslintang ini terletak di tengah-tengah wilayah kecamatan Wadaslintang. Letak Pasar Wadaslintang yang berada di tengah-tengah ternyata berbeda dengan konsep watak atau karakter menurut perhitungan Jawa dimana “wage” yang berwatak kedher (kaku hati) bertempat di sebelah utara. Menurut konsep watak dalam perhitungan Jawa letak pasar Wadaslintang yang berada di tengah-tengah seharusnya hari pasarannya adalah kliwon. Pasar Wadaslintang yang merupakan pusat pasar atau pasar induk sesuai dengan konsep watak perhitungan Jawa, dimana pasar yang terletak di tengah-tengah merupakan pasar induk (pusat pasar).
2. Kondisi kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Wadaslintang sedikit banyak telah terpengaruh dengan adanya pasar. Pasar ternyata telah menjadikan masyarakat Wadaslintang menjadi masyarakat konsumtif. Nilai-nilai kegotongroyongan yang selama ini diperlihatkan mulai luntur. Pertanian yang dikembangkan adalah pertanian tegalan dan berkebun. Hasil produksi yang utama adalah penghasil buah kelapa/kopra serta penghasil gula Jawa (gula aren). Masyarakat Wadaslintang masih merupakan masyarakat sederhana jadi barang-barang yang diperdagangkan di pasar masih terbatas pada barang-barang kebutuhan sehari-hari. Sektor perdagangannya sangat berkembang apalagi wilayah Wadaslintang yang berada di jalur alternatif Wonosobo-Kebumen serta di fungsikannya Waduk Wadaslintang sebagai objek wisata sehingga sektor perdagangan semakin berkembang.
3. Keberadaan Pasar Wage Wadaslintang di Kelurahan Wadaslintang sedikit banyak telah membawa perubahan terhadap kehidupan ekonomi dan sosial budaya masyarakat sekitarnya. Pasar memiliki multi peran, yaitu tidak hanya berperan sebagai tempat bertemunya antara penjual dan pembeli tetapi pasar juga sebagai tempat bertemunya budaya yang dibawa oleh setiap mereka yang memanfaatkan pasar. Pasar dalam bidang ekonomi menawarkan barang dan jasa yang beranekaragam baik jenis, mutu maupun jumlahnya. Pasar dengan keanekaragaman barang dan jasa yang ditawarkan pada akhirnya akan mempengaruhi pola konsumsi, pola distribusi dan pola produksi masyarakat di sekitar pasar. Pasar dilihat dari aspek sosial yaitu sebagai arena interaksi dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat. Pasar mewujudkan masyarakat majemuk. Interaksi antara masyarakat setempat dengan masyarakat luar Wadaslintang tidak dapat dihindari. Pertemuan antar masyarakat ini akan saling mempengaruhi dan pada akhirnya akan membawa pengaruh pada masing-masing pihak.
Pasar sebagai pusat kebudayaan, menawarkan ide-ide dan gagasan baru pada masyarakat di sekitar pasar melalui barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar. Mobilitas yang tinggi juga membawa gagasan dan informasi yang baru serta membawa pengaruh pada pola berfikir dan pola tingkah laku masyarakat. Pengaruh yang ditimbulkan di pasar berupa pengenalan terhadap ide-ide baru yang ternyata dapat meningkatkan hasil produksi. Penggunaan teknologi baru menyebabkan arus informasi menjadi lebih cepat. Kebudayaan teknologi maju banyak mengubah pola kebiasaan masyarakat. Pasar Wage Wadaslintang yang berstatus pasar daerah milik Dinas Pasar, jelas secara kuantitas dan kualitas pola interaksinya berbeda dengan pasar desa yang berstatus pasar desa murni. Pasar Wage Wadaslintang sebagai pasar daerah dimana mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pada pasar-pasar desa lain yang berada di Kecamatan Wadaslintang fungsinya sebagai pusat ekonomi lebih bersifat komplek, sebab di Pasar Wage Wadaslintang terjadi pola interaksi antar dan inter warga di Kecamatan Wadaslintang tersebut bahkan antar dan inter desa di luar Kecamatan Wadaslintang.
B. PENATAAN PASAR
Berdasarkan PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN, memutuskan: Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. “Pasar” adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya;
2. “Pasar Tradisional” adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar;
3. “Pusat Perbelanjaan” adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang;
4. “Toko” adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual;
5. “Toko Modern” adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan;
PENATAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN Bagian Pertama (Penataan Pasar Tradisional)Pasal 2:
1. Lokasi pendirian Pasar Tradisional wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk Peraturan Zonasinya.
2. Pendirian Pasar Tradisional wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta Usaha Kecil, termasuk koperasi, yang ada di wilayah yang bersangkutan;
b. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100 m2 (seratus meter persegi) luas lantai penjualan Pasar Tradisional; dan
c. Menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
3. Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan berdasarkan kerjasama antara pengelola Pasar Tradisional dengan pihak lain.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15:
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan bidang tugas masing-masing melakukan pembinaan dan pengawasan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
b. Dalam rangka pembinaan Pasar Tradisional, Pemerintah Daerah:
1. Mengupayakan sumber sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan Pasar Tradisional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola Pasar Tradisional;
3. Memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar Tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar Tradisional;
4. Mengevaluasi pengelolaan Pasar Tradisional.
Jadi menurut kesimpulan yang diambil dari peraturan yang di buat pemerintah adalah penataan pasar sepenuhnya di serahkan kepada kebijakan pemerintah kabupaten. Suatu contoh, di pasar tradisional yang ada di daerah kertosono yang saat ini tipe bangunannya dibuat bertingkat 2, merupakan suatu rancangan pemerintah daerah dalam penataan pasar. Penataan pasar di kertosono dibagi menjadi dua bagian yang mana pedagang sayur mayur di berikan tempat di bagian atas(lantai2), Sedangkan pedagang baju dan pedagang perabotan ataupun yang lain di berikan tempat di lantai dasar.
Ini semua merupakan salah satu kebijakan yang diambil pemerintah kabupaten dalam system penataan pasar tradisional. Dan sebenarnya system penataan pasar juga dari hasil musyawarah para pedagang yang akan menggunakannya.
C. DEFINISI PASAR TRADISONAL
Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli (Chourmain, 1994 : 231). Pasar merupakan pusat dan ciri pokok dari jalinan tukar-menukar yang menyatukan seluruh kehidupan ekonomi (Belshaw, 1981 :98). Pasar di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu: penjual, pembeli dan barang atau jasa yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pertemuan antara penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya sekedar main saja atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu (Majid, 1988: 308). Dalam pengertian yang sederhana atau sempit pasar adalah tempat terjadinya transaksi jual beli (penjualan dan pembelian) yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu.
Definisi pasar secara luas (W.J. Stanton) adalah orang-orang yang mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan, uang untuk belanja serta kemauan untuk membelanjakannya.
Pada umumnya suatu transaksi jual beli melibatkan produk/barang atau jasa dengan uang sebagai alat transaksi pembayaran yang sah dan disetujui oleh kedua belah pihak yang bertransaksi.
Pengertian tradisional menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah bersifat turun temurun. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pasar tradisional berkaitan dengan suatu tradisi. Kata tradisi dalam percakapan sehari-hari sering dikaitkan dengan pengertian kuno atau sesuatu yang bersifat luhur sebagai warisan nenek moyang. Tradisi pada intinya menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun tradisi itu bukanlah statis. Arti paling dasar dari kata tradisi yang berasal dari kata tradium adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini (Sedyawati, 1992 : 181).
Berbicara mengenai tradisi pada dasarnya tidak lepas dari pengertian kebudayaan, karena tradisi sebenarnya merupakan bagian isi kebudayaan. Karakter suatu kebudayaan banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan alam.
Pasar memiliki multi peran, yaitu tidak hanya berperan sebagai tempat bertemunya antara penjual dan pembeli tetapi pasar juga memiliki fungsi sebagai tempat bertemunya budaya yang dibawa oleh setiap mereka yang memanfaatkan pasar. Interaksi tersebut tanpa mereka sadari telah terjadi pengaruh mempengaruhi budaya masing-masing individu (Depdikbud, 1993 :4).
Pasar tradisional memegang peranan yang amat penting pada masa ini, terutama pada masyarakat pedesaan. Pasar, pada masyarakat pedesaan dapat diartikan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan masyarakat tersebut dengan dunia luar. Hal ini menunjukkan bahwa pasar mempunyai peranan dalam perubahan-perubahan kebudayaan yang berlangsung di dalam suatu masyarakat. Melalui pasar ditawarkan alternatif-alternatif kebudayaan yang berlainan dari kebudayaan setempat (Sugiarto, 1986 : 2).
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat. Tempat usahanya dapat berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang menyediakan barang-barang konsumsi sehari-hari masyarakat. Pasar tradisional biasanya dikelola oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi. Proses penjualan dan pembelian dilakukan dengan tawar-menawar.
D. PENDAPATAN
Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha. Budiono (1992 : 180) mengemukkan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Sedangkan menurut Winardi (1992 : 171) pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu.
Pendapatan penduduk dapat dibedakan menjadi menjadi dua arti, yaitu: (a) pendapatan adalah hasil pencarian (usaha, pengelolaan dan sebagainya); dan (b) pendapatan adalah suatu yang diharapkan yang sedianya belum ada (Poerwodarminto, 2002 : 236).
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), pendapatan yang diterima seseorang tidak hanya berupa uang tetapi dapat berupa barang atau lainnya. Pendapatan berupa uang merupakan penghasilan yang diterima biasanya sebagai balas jasa, sumber utama gaji atau upah serta lain-lain balas jasa, misalnya dari majikan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan dari pekerjaan bebas.
Pendapatan dari penjualan barang yang dipelihara dari halaman rumah, hasil investasi seperti modal tanah, uang pensiun, jaminan sosial serta keuntungan sosial berupa barang merupakan segala penghasilan yang diterimakan dalam bentuk barang dan jasa. Barang dan jasa yang diterima dengan harga pasar sekalipun tidak diimbangi ataupun disertai transaksi uang yang menikmati barang dan jasa tersebut. Demikian juga penerimaan barang secara cuma-cuma pembelian barang dengan harga subsidi atau reduksi dari majikan merupakan pendapatan berupa barang (BPS, 1996 : 27-30).
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN
Pendapatan per kapita merupakan ukuran yang digunakan untuk menggambarkan standard of living. Negara yang memiliki pendapatan per kapita yang tinggi umumnya memiliki standard of living yang juga tinggi. Perbedaan pendapatan mencerminkan perbedaan kualitas hidup: negara kaya (dicerminkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi) memiliki kualitas hidup yang lebih baik (dicerminkan oleh, antara lain, angka harapan hidup, tingkat kesehatan, dan tingkat pendidikan) dibandingkan dengan negara miskin.
Paper ini akan mencoba menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi besar pendapatan per kapita. Bagian pertama merupakan kajian teoretis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita, antara lain tabungan dan investasi, seperti diuraikan dalam Model Solow. Bagian kedua membahas kondisi perekonomian Indonesia. Bagian ketiga membahas faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan per kapita di Indonesia. Sementara bagian keempat merupakan kesimpulan.
Data yang digunakan diambil dari Asian Development Bank: Key Indicators tahun 2006 dan 2007. Sebagai pendekatan untuk tabungan digunakan data Gross Domestic saving (% dari GDP), dan Gross Domestic Capital Formation sebagai pendekatan untuk investasi.
Menurut Mankiw (Principles of Macroeconomic edisi 3), faktor utama yang mempengaruhi perbedaan standard of living (ditunjukkan oleh perbedaan besar pendapatan per kapita) antara negara kaya dan negara miskin adalah tingkat produktivitas. Produktivitas mengacu pada jumlah barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh seorang pekerja dalam setiap jam. Dengan demikian, suatu negara dapat menikmati standard of living yang tinggi jika negara tersebut dapat memproduksi barang dan jasa dalam jumlah yang besar.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas suatu negara (ibid, 246-7) yang masing-masing dapat dianggap sebagai input produksi, yaitu:
1. Physical capital, yaitu persediaan (stock) peralatan dan struktur yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa
2. Human capital, yaitu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh pekerja melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Human capital termasuk seluruh keterampilan yang diakumulasi dari semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga universitas dan pelatihan yang didapat.
3. Sumberdaya alam, yaitu seluruh input produksi yang disediakan oleh alam, seperti lahan, air, dan deposit mineral. Sumberdaya alam terbagi menjadi dua, yaitu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Adanya perbedaan sumberdaya alam mempengaruhi perbedaan standard of living. Namun demikian, keberadaan sumberdaya alam yang besar tidak menjamin suatu perekonomian menjadi lebih produktif dalam menghasilkan barang atau jasa.
4. Technological knowledge, yaitu pemahaman menyangkut cara terbaik untuk menghasilkan barang dan jasa.
F. Pengaruh penataan pasar terhadap tingkat pendapatan pedagang.
Sebenarnya pemerintah harus melakukan uji kelayakan guna menganalisa suatu kebijakan yang di putuskan. Salah satu hal yang terlihat adalah tentang system penataan pasar dimana pemerintah daerahlah yang bertanggung jawab atas daerahnya asing-masing. Suatu system penataan yang benar akan berdampak baik baik masyarakat dan khususnya pada pedagang. Suatu contoh; apabila penataan pasar dilakukan dengan cara atau metode yang cocok untuk kulturnya masing-masing maka, akan berdampak baik bagi para pedagang dan konsumen.
Penataan pasar akan berdampak pula pada tingkat pendapatan masyarakat. Ini merupakan suatu realita yang dapat di gunakan sebagai evaluasi bagi pemerintah daerah. Karena secara langsung penataan akan berpengaruh juga pada minat konsumennya.
Pedagang akan kesulitan mencari konsumen atau pelanggan jika penataannya tersebut tidak efektif. Minimnya pelanggan atau konsumen akan menimbulkan dampak yang buruk bagi pedagang, pandapatan akan menurun, strees berat, kecelakaan jiwa.
G. Hipotesa
Hipotesis merupakan anggapan dasar yang kemudian membuat suatu teori yang masih harus diuji kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Ada Pengaruh penataan pasar terhadap tingkat pendapatan pedagang di pasar kertosono”.

0 komentar:

Posting Komentar